Tuesday, September 4, 2012

Safira Kau Tetap Sempurna Bagiku

Safira, Kau Tetap Sempurna Bagiku

Setahun yang lalu hingga saat ini, adalah hal yang paling berat dalam hidupku yang pernah aku jalani. Hubungan jarak jauh antara aku dengan Safira terpaksa kujalani. kalau bukan karena tuntutan kerja, dan jika bukan karena bujukan Safira agar aku menerima promosi ini, mungkin aku akan mencari pekerjaan lain diluar sana. asalkan aku tidak berada jauh darinya. sungguh sangat sulit rasanya jauh dari orang yang sangat kita cintai, seberapapun dan sesering apapun kau bicara dengannya lewat telfon. masih banyak perusahaan kontraktor lain di Indonesia yang tak berfikir panjang untuk mempekerjakanku. Tapi kupikir, posisi yang aku dalami sekarang ini pasti bisa melejit lebih cepat dari yang orang bayangkan.

Safira, waktu memang berlalu sangat cepat- bagi mereka yang tak mengidap kerinduan. namun waktu bagiku sangatlah berarti, setiap waktu luangku mana mungkin aku lupa begitu saja padamu. lewat telfon; ku tanya kau sedang apa dan dimana-meskipun menit terkadang tak berpihak padaku lebih lama. lewat pesan; ku kirimkan kau kata-kata manis menjelang malam dan pagimu. syukurlah teknologi skype membantu kita untuk bertatap muka, senang rasanya bisa melihat wajahmu yang semakin cantik, aku semakin rindu setiap kali menatap matamu yang begitu indah, dan suaramu yang sampai detik ini tak pernah terdengar merdu-masih serak basah.

Malam setelah kelelahan ku istirahatkan dengan secangkir coklat hangat, seperti biasa aku duduk di depan laptopku. tentu saja menunggumu online di skype. ada sebuah kejutan yang sudah tak sabar ingin aku kabarkan padanya. dan ketika kudengar nada video call dari skype-ku menjingkrakkanku, aku langsung memasang wajah paling tampan begitu kulihat senyuman indahmu melebar di layar desktop.

"Lulabi...lulabi...honey bunny sweety!!!" itu kalimat pertama yg ku utarakan dengan nada memanja. Dan seperti biasa, ia selalu tertawa setiap aku melafalkannya. 

"Hei, kamu tahu? hari ini aku belajar memasak spagetti. dan kamu tau hasilnya?" ia menunjukkan jari telunjuknya yang berbalut Hansaplast. "telunjukku koyak, ahahahahah"
"Pasti nangis kesakitan?" tanyaku sedikit cemas 

"Yieee anak kecil kalee kalau begini aja udah nangis." lagi-lagi Safira menunjukan tawanya yang khas, aku suka cara ia menarik nafasnya saat tawanya menggelegak, aku rindu akan itu. tapi sepertinya lelucon kali ini tidak selucu biasanya.
"Lalu? ada kabar terbaru apa, pejantanku?" 

Aku menarik nafasku, setidaknya aku terlalu bahagia dengan kabar ini. "besok sore, aku akan ada di Jakarta.AKU AKAN PULANGGG!!!" aku berteriak girang, sama girangnya dengan reaksi Safira di balik layar itu.
"Seriuss?!" 

"iya bener,proyek sudah selesai. dan besok jam 10 pagi pesawatku berangkat dari Bandara Polonia, kemungkinan jam 11.30 sampai Jakarta."
"Oya? alhamdulillah, aku benar-benar senang mendengarnya. dan sepertinyaaa aku harus siapin kejutan buat kamu. kamu suka surprise??" 

"yaa, aku cuma ingin kita ketemuan di Cafe tempat biasa kita bertemu. begitu aku sampai jakarta, aku akan langsung kesana. kita makan siang bersama." 


"Aku suka itu." ujarnya senang. "sungguh, Van... aku benar-benar kangen sama kamu. dan aku..."
"Udah gak sabar pengen lihat aku kan?" kataku memotong kalimatnya. tapi dia malah tertawa





Aku terus bercerita dengan Safira sampai hampir lebih satu jam, bercerita tentang masa depan, tentang masa lalu yang kami lalui dengan cara yang berbeda-beda. namun kau tetap menyimpan rahasiaku, karena aku harus memastikan bahwa besok adalah hari dimana aku akan membuat ia merasa sebagai wanita paling berharga.

aku akan melamarnya.

Pukul 8.30 WIB
Pagi di lokasi proyek, aku harus berjibaku dengan waktu. bukan untuk mempersiapkan keberangkatanku, tapi menyelesaikan masalah kerusuhan yang terjadi antara masyarakat, kontraktor dan pemilik pabrik kimia yang kami kerjakan. Hingga sampai saat ini masyarakat belum menyetujui pembangunan pabrik tersebut, dan akan terus menimbulkan kerusuhan jika pihak Kontraktor dan pemilik tidak memenuhi keinginan mereka. 


aku tak tahu lagi harus bagaimana, baru kali ini dalam sejarah pekerjaanku, aku menghadapi situasi tersulit, kerusuhan dimana-mana, lemparan bertubi-tubi dari masyarakat, dan makian berselimut amarah. mereka begitu kuat jumlahnya, bahkan aparat kepolisianpun hampir tidak sanggup menghentikan kericuhan itu sampai sore hari. 


Kamipun mengalah, dan mau tidak mau harus membuat pengumuman bahwa dalam waktu 3 kali 24 jam semua tuntutan mereka akan terpenuhi. dan sepertinya aku harus tinggal di tempat ini lebih lama lagi setidaknya empat hari kedepan sampai semua masalah benar-benar beres.


Dan Safira, ASTAGA! bagaimana bisa aku melupakannya! seharusnya aku memberi dia kabar atas pembatalan kepulanganku. ya ampun, dia pasti sangat kecewa padaku. aku tidak tahu harus memulai kata dari mana saat aku mulai menekan nomor hendphone-nya di ponselku.
"nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, atau berada di luar jangkauan. silahkan tinggalkan pesan."
"Kenapa enggak aktiffff....sayangggggg" gerutuku cemas. 


Aku terus mencoba untuk menghubunginya, namun berpuluh-puluh kali usaha yang kulakukan tetap saja tidak menghasilkan jawaban apa-apa. Safira pasti marah, dia pasti sangat kecewa kepadaku. sebesar apapun cintanya kepadaku, sanggupkah bila ia harus sekecewa ini kepadaku? dengan cara apapun aku menghibur diriku dengan pekerjaan aku tetap tidak bisa tenang memikirkan Safira. Aku coba menghubungi keluarganya terutama ibu Safira, tapi telfonku tak pernah diangkat. Tiga hari berlalu, selama itu aku terus mencoba menghubungi orang-orang terdekatnya, tapi entah kenapa tak satupun dari mereka yang bisa ku hubungi. Astaga!! barangkali aku tak pernah berpikir tentang teman-temannya. yah, selama ini aku terlalu percaya pada Safira dan keluarganya hingga aku tidak butuh contact teman-teman terdekatnya. 


ku pastikan pekerjaanku selesai hari ini juga, agar besok aku bisa pergi dari tempat yang memenatkan ini. setiap malam sebelum tidur, aku berdoa agar kecemasanku ini tidak berarti buruk. ku pandangi dengan cara yang hening cincin lamaran yang akan aku sematkan di jari Safira, aku bisa membayangkan ia akan melompat girang dengan caraku memasangkan cincin itu di jarinya. atau mungkin ia akan menangis terharu lantaran bahagia. Aku ingin ekspresi itu, ekspresi cinta yang mendalam antara aku dan dia.

27 Novemberr 2011
Aku kembali ke Jakarta. Meski hingga detik ini aku belum mendapatkan kabar dari Safira, aku yakin kepulanganku hari ini akan membuat dia terkejut. anggap saja ini surprise. begitu sampai rumah, ku sapa ibu dan keluargaku dengan penuh kehangatan. kemudian aku pergi tanpa harus mempersiapkan diri. begitu aku telah tiba di depan rumah gadisku, Astagaaaa bagaimana bisa aku jadi merasa seperti baru mengenal rumah ini. bahkan lebih menegangkan daripada saat aku menembak Safira tiga tahun yang lalu. 


ku ungkap segala keberanian mengucakan salam, tak lama dari balik pintu itu kulihat mbak Niar muncul, dengan ekspresi keterkejutan dan penampilan yang sangat berantakan.
"Evan?!" tanyanya terkejut. apa aku seperti hantu? pikirku.
"Aku mau ketemu sama Safira, mbak. apakah dia baik-baik saja? kenapa aku tidak bisa menghubunginya?" 


perempuan itu diam. aku tidak tahu apakah itu suatu pilihannya untuk mengacuhkanku? aku ingin ikut diam, tapi yang kudengar malah suara tangisan dari dalam sana. sebuah suara yang terdengar semakin mengisak, sebuah suara yang sangat ku kenal. aku terhenyak, kemudian dengan cepat menerobos mbak Niar dan masuk kedalam kamar Safira. aku takut sesuatu terjadi padanya, jantung ku seolah berdegup cepat. aku hendak membuka pintu kamarnya, namun mbak Niar menarik tanganku dengan sangat kuat. menghalagiku. 


"Mau apa kamu?!" tanyanya cetus.
"aku mendengar Safira menangis, aku harus tahu apa yang terjadi padanya."
"Kau harus tahu atau kau harus tak mau tahu?" demi Tuhan tak pernah sekalipun aku mendengar wanita ini membentakku begitu keras. aku sampai hilang kata-kata membisu. lalu samar-samar ku lihat ada air mata mengalir dari sudut matanya. kini aku mendengar dua suara tangisan. 


"Apa yang terjadi mbak?" aku mulai merasakan sesuatu memang sedang terjadi disini. tapi mbak Niar tak memberi jawaban. Aku bersikeras, dan masuk melalui pintu yang terasa sangat berat.
akupun melihatnya, dan sekujur tubuhku terasa lumpuh, darahku tiba-tiba memacu dengan sangat deras, membisu, dan seketika itu juga menangis dan berlutut di hadapannya yang sedang meringkuk kesedihan. 


"Ia menunggumu di Cafe itu, hari dimana kamu berjanji untuk pulang." suara mbak Niar terdengar parau, sedangkan aku masih berlutut di hadapan Safira yang meringkuk sambil menangis seolah tak ingin menerima semua ini. 


"lalu musibah terjadi, Cafe itu terbakar dan meledak sehingga pecahan kaca mengenai matanya, dan lihatlah kondisinya sekarang" inikah yang kutakutkan? "seharusnya semua ini tidak terjadi jika seandainya kamu pulang." 

Safira Buta? ya Tuhannn aku bisa melihat mata dibalik balutan perban itu amatlah pedih. ini salahku, ini mutlak adalah kesalahanku. aku yang membuat gadis dihadapanku ini kehilangan penglihatannya, matanya yang dulu indah. 


ku coba untuk meraihnya, ku coba untuk memeluknya dan memohon maaf. namun sepertinya tindakanku malah semakin membuat ia depresi.aku mengerti jika ia marah, seandainya aku tidak melupakannya, semua ini pasti tidak akan terjadi.Safira pasti masih bisa melihatku datang, melihat rambutku dan janggutku yang sudah sangat rapi seperti apa yang ia inginkan, melihat betapa rindunya aku pada senyumannya,dan melihat betapa indahnya cincin yang aku bawakan untuknya.
Hingga akhirnya akupun berhasil merengkuhnya dalam pelukanku. ia menangis, tapi aku lebih merasakan tangis teramat pedih. bayangkan jika hal ini terjadi padamu, jika orang yang kau sayangi menderita akibat kebodohanmu sendiri. 


"Maafkan aku sayang... aku benar-benar sangat menyesal. mulai saat ini, kau tidak perlu memintaku untuk berjanji lagi. aku akan bersumpah sampai darahku habis, kau akan tetap ku jadikan kekasih."


Sebulan kemudian...
Aku berhasil menduduki jabatan sebagai Manajer Teknik. semuanya berubah drastis. Dan di hari pertamaku memasuki ruang kantor baru, aku harus mempersiapkan diriku sebaik mungkin. Safira ada disampingku, mendampingiku dan tetap mendukungku. kulihat ia memilihkan dasi untukku, kemudian mendekat dan meraba dadaku dengan penuh kelembutan. Meraih kerah bajuku lalu menyisipkan dasi berwarna hijau muda. Kulihat ia sangat berhati-hati mengikatkannya dengan senyuman yang masih terlihat indah bagiku. 


"Apa warna kemejamu?" tanyanya padaku.
"Kamu yang memilihkan kemeja ini, warnanya secerah senyummu. Biru langit."
"Bagaimana dengan dasinya?" tanyanya lagi sembari ia masih berusaha mengikat.
"Hijau muda"
"Astagaaa!!! aku salah memilih dasi, seharusnya hitam atau garis-garis. Kamu harus membantuku mencariny." kutahan tangannya saat ia hendak menarik kembali dasiku.
"Jangan!" kataku."ini adalah pilihanmu, aku tidak mau menukarnya dengan dasi yang lain. teruslah mengikat." 


ia tersenyum walaupun tetap menggerutu. ia begitu ikhlas melayaniku, ia tahu aku sangat menyayanginya, dan ia mungkin tahu dasi yang ia pasangkan tidaklah rapi. tapi aku akan tetap seperti ini untukmu. kucium kedua matamu yang gelap, tapi aku yakin cinta kita berdualah yang akan memberikan sinar pada penglihatanmu. Kau adalah istirku yang terbaik dan kau tetaplah istri yang sempurna bagiku.

No comments:

Post a Comment