Monday, October 6, 2025

Hujan di Ujung Jalan

Senja itu tampak murung. Langit menangis pelan, meneteskan air mata yang jatuh di jalan berdebu desa. Sari berjalan pelan, membawa selembar surat lusuh yang baru saja dikembalikan dari sekolah kota. Ia gagal lolos beasiswa. Lagi.

"Hebat, ya," gumamnya lirih sambil menatap langit yang makin gelap. "Kerja keras berbulan-bulan cuma buat dapat kata maaf."
Nada suaranya tenang, tapi ada getir yang menempel di setiap kata.

Di pinggir jalan, angin berlari-lari kecil, seperti sedang mengejek langkah lelahnya. Daun-daun kering menempel di sepatu butut yang sudah lama tak diganti.

Sari tertawa kecil, sinis.
“Lucu, dunia memang tahu caranya bercanda. Orang malas bisa sukses karena kenal orang dalam, sementara aku—yang belajar sampai lupa makan—hanya jadi penonton.”

Ia berhenti sejenak di depan rumah kecilnya yang mulai kusam. Dari dalam terdengar suara ibunya, lembut namun penuh harap. “Gimana hasilnya, Nak?”

Sari menarik napas panjang. “Kali ini... belum rezeki, Bu.”

Langit seolah mengerti. Hujan turun sedikit lebih deras, menutupi air mata yang diam-diam ikut jatuh di pipinya.

No comments:

Post a Comment