Pagi ini hujan turun malu-malu. Langit seperti sedang curhat, menumpahkan air mata kecilnya di atap rumah. Rani menatap keluar jendela sambil menguap.
“Wah, luar biasa! Hujan datang pas aku mau berangkat sekolah. Hebat banget nasibku!” katanya dengan nada yang jelas tidak seceria kata-katanya.
Ia mengambil payung biru tuanya yang sudah robek sedikit di pinggir. “Kamu masih kuat, kan? Jangan mogok di tengah jalan,” katanya sambil membuka payung itu perlahan. Payung itu seolah menatap Rani dengan tatapan lelah, tapi tetap terbuka, siap menemaninya.
Ketika Rani melangkah keluar, angin tiba-tiba bertiup kencang. “Wow, terima kasih, angin! Kamu benar-benar tahu caranya bikin rambut berantakan,” kata Rani dengan nada sarkas sambil menahan tawa.
Meski begitu, ia tetap berjalan dengan payung tuanya, tertawa kecil di bawah hujan yang semakin deras. Hujan seolah menari-nari di atas payungnya, membuat pagi yang kelabu terasa lebih hidup.